BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Salah satu kompetensi
yang dikuasai oleh seorang guru adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi ini
sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam proses pembelajaran, yaitu
mengevaluasi pembelajaran termasuk di dalamnya melaksanakan penilaian proses
dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan pula dengan instrument penilaian
kemampuan guru, yang salah satu indikatornya adalah melakukan evaluasi
pembelajaran. Selain itu masih banyak lagi model yang menggambarkan kompetensidasar
yang harus dikuasai guru.
Hal ini menunjukkan
bahwa pada semua model kompetensi dasar guru selalu menggambarkan dan
mensyaratkan adanya kemampuan guru dalam mengevaluasi pembelajaran, sebab
kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran merupakan kemampuan dasar yang mutlak
harus dimiliki setiap guru atau calon guru.
Didalam buku tentang
evaluasi di jelaskan beberapa istilah yang hampir sama tetapi berbeda, seperti
evaluasi, pengukuran, dan tes. Hal tersebut dapat membingungkan, apakah
pengukuran dan tes itu sama? Tentu saja istilah-istilah tersebut berbeda satu
dengan yang lain, baik ruang lingkup maupun fokus yang dinilai.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa yang disebut
dengan pengukuran?
2.
Apa yang disebut
dengan penilaian?
3.
Apa yang
dimaksud dengan evaluasi?
4.
Apakah
keterkaitan antara pengukuran, penilaian, dan evaluasi?
5.
Apa saja prinsip
evaluasi?
6.
Bagaimana
langkah-langkah penilaian?
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam sistem pembelajaran, evaluasi
merupakan salah satu komponen penting dan sebagai suatu tahap yang harus
ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Hasil yang
diperoleh dapat dijadikan balikan (feed-back) bagi guru dalam memperbaiki dan
menyempurnakan program dan kegiatan pembelajaran. Di sekolah seringkali seorang
guru memberikan ulangan harian, ujian akhir semester, ujian blok, tagihan, tes
tindakan, dan sebagainya. Istilah-istilah ini pada dasarnya merupakan bagian
dari sistem evaluasi.
Ada beberapa istilah yang sering disalah
artikan dan disalahgunakan dalam praktik evaluasi, yaitu tes, pengukuran,
penilaian, dan evaluasi. Secara konsepsional istilah-istilah tersebut berbeda
satu sama lain, tetapi mempunyai hubungan yang sangat erat.
Menurut Sax (1980 : 13) bahwa “a test may be defined as a task or series of
task used to obtain systematic observations presumed to be representative of
educational or psychological traits or attributes”. (tes dapat
didefinisikan sebagai tugas atau serangkaian tugas yang digunakan untuk
memperoleh pengamatan-pengamatan sistematis yang dianggap mewakili ciri atau
atribut pendidikan atau psikologis). Istilah tugas dapat berbentuk soal atau
perintah lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil kuantitatif
ataupun kualitatif dari pelaksanaan tuga tersebut digunakan untuk menarik
simpulan-simpulan tertentu terhadap peserta didik.
Menurut S. Hamid Hasan (1988 : 7)
menjelaskan “tes adalah alat pengumpulan
data yang dirancang secara khusus. Kekhususan tes dapat terlihat dari
konstruksi butir (soal) yang digunakan”. Selanjutnya menurut Conny Semiawan
S. (1986) mengemukakan tes adalah “…. Alat pengukur untuk menetapkan apakah
berbagai faset dari kesan yang kita perkirakan dari seseorang adalah benar-benar
merupakan fakta, juga adalah cara untuk menggambarkan bermacam-macam faset ini
se-objektif mungkin”.
Dengan demikian, tes pada hakikatnya
adalah suatu alat yang berisi serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau
soal-soal yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur suatu aspek
perilaku tertentu. Artinya, fungsi tes adalah sebagai alat ukur. Dalam tes
prestasi belajar, aspek perilaku yang hendak diukur adalah tingkat kemampuan
peserta didik dalam menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan.
Kemudian untuk pengertian dari
pengukuran, penilaian, dan evaluasi dijelaskan sebagai berikut :
A. PENGUKURAN
Menurut Ahmann dan Glock dalam S. Hamid Hasan (1988
: 9), “in the last analysis measurement
is only a part, altought a very substansial part of evaluation. It provide
information upon wich an evaluation can be based…. Educational measurement is
the process that attempt to obtain a quantified representation of the degree to
wich a trait is possessed by a pupil”. (dalam analisis terakhir, pengukuran
hanya merupakan bagian, yaitu bagian yang sangat substansial dari evaluasi.
Pengukuran menyediakan informasi, dimana evaluasi dapat didasarkan…. Pengukuran
pendidikan adalah proses yang berusaha untuk mendapatkan representasi secara
kuantitatif tentang sejauh mana suatu cirri yang dimiliki oleh peserta didik).
Menurut Wiersma dan Jurs (1985), bahwa “technically, measurement is the
assighment of numerals to objects or events according to ruler that give
numeral quantitative meaning”. (secara teknis, pengukuran adalah pengalihan
dari angka ke objek atau peristiwa sesuai dengan aturan yang memberikan makna
angka secara kuantitatif).
Menurut cangelosi (1995) yang dimaksud dengan
pengukuran (measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah
ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau
mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan
indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran
memiliki dua karakteristik utama yaitu, penggunaan angka atau skala tertentu,
dan menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang
mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif
(system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dan performance siswa
tersebut dinyatakan dalam angka-angka (alwasilah et al.1996). pernyataan
tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan
pemberian nilai angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang
dimiliki oleh seseorang atau atribut tertentu yang mengacu pada aturan dan
formulasi yang jelas.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pengukuran
yang dikemukakan di atas, dapat di kemukakan bahwa pengukuran adalah suatu
proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas “sesuatu”. Kata “sesuatu”
bisa diartikan sebagai peserta didik, guru, gedung sekolah, meja belajar, papan
tulis, dan sebagainya. Dalam proses pengukuran, tentunya guru harus menggunakan
alat ukur (tes atau non-tes), alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki
derajat validasi dan reliabilitas yang tinggi. Dalam sejarah perkembangannya,
aturan mengenai pemberian angka ini didasarkan pada teori pengukuran psikologis
yang dinamakan psychometric. Namun
demikian, boleh saja suatu kegiatan evaluasi dilakukan tanpa melalui proses
pengukuran.
B. PENILAIAN
Istilah penilaian merupakan alih bahasa dari istilah
assessment, bukan dari istilah evaluation. Depdikbud (1994) mengemukakan bahwa
“penilaian adalah suatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai
oleh siswa”. Kata “menyeluruh” mengandung arti bahwa penilaian tidak hanya
ditunjukkan pada penguasaan salah stu bidang tertentu saja, tetapi mencangkup
aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai.
Gronlund
mengartikan “penilaian adalah suatu proses yang sistematis dari pengumpulan,
analisis, dan interpretasi informasi atau data untuk menentukan sejauh mana
peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran”.
Sementara itu Anthony J. Nitcko (1996) menjelaskan “assessment is a broad term
defined as a process for obtaining information that is used for making
decisions about students, curricula and programs, and educational policy”.
(penilaian adalah suatu proses untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk
membuat keputusan tentang peserta didik, kurukulum, program, dan kebijakan
pendidikan).
Penilaian adalah usaha untuk memeriksa persesuaian
(congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginka, dan hasil belajar
yang telah dicapai. Oleh karena tujuan pendidikan menyangkut tentang perubahan
perilaku yang diinginkan pada peserta didik, maka penilaian dimaksudkan untuk
memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan yang diinginkan tersebut telah dicapai.
Dalam KTSP dijelaskan bahwa pengertian penilaian
adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal),
analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.
Dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah suatu
proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan yang dimaksud adalah
keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga
keputusan tentang kenaikan kelas dan kelulusan.
Keputusan penilaian terhadap suatu hasil belajar
sangat bermanfaat membantu peserta didik
untuk merefleksikan apa yang mereka ketahui, bagaimana mereka belajar, dan
mendorong tanggung jawab dalam belajar. Keputusan penilaian dapat dibuat oleh
guru, sesame peserta didik (peer), atau
oleh dirinya sendiri (self-assessment).
Pengambilan keputusan harus dapat membimbing peserta didik untuk melakukan
perbaikan hasil belajar.
Dalam melakukan penilaian diperlukan suatu perangkat
alat penilaian yang tepat. Tanpa adanya perangkat alat penilaian yang tepat,
maka penentuan terhadap tinggi rendahnya tingkat kemampuan siswa semata-mata
akan didasarkan atas kesan dan dugaan pada hasil semata, dan bukan atas data
hasil penilaian mulai proses awal hingga dihasilkannya sebuah karya siswa.
Menurut Kellough dan Kellough dalam swearingen
(2006) tujuan penilaian adalah untuk membantu belajar peserta didik,
mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan peserta didik, menilai efektivitas
strategi pembelajaran, menilai dan meninakatkan efektivitas program kurikulum,
menilai dan meningkatkan efektivitas pembelajaran, menyediakan data yang
membantu dalam membuat keputusan, komunikasi, dan melibatkan orang tua peserta
didik.
Sementara itu, Chittenden (1994) mengemukakan tujuan
penilaian (assessment purpose) adalah
“keeping track, checking-up, finding-out,
and summing-up”.
1.
Keeping track, yaitu untuk menelusuri dan melacak proses belajar
peserta didik sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
2.
Checking-up, yaitu untuk mengecek ketercapaian kemampuan
peserta didik dalam proses pembelajaran dan kekurangan-kekurangan peserta didik
selama mengikuti prpses pembelajaran.
3.
Finding-out, yaitu untuk mencari, menemukan, dan mendeteksi
kekurangan, kesalahan, atau kelemahan peserta didik dalam proses pembelajaran
sehingga guru dapat dengan cepat mencari alternative solusinya.
4.
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan tingkat penguasaan
peserta didik terhadap kompetensi yang telah diterapkan. Hasil penyimpulan ini
dapat digunakan guru untuk menyusun laporan kemajuan belajar ke berbagai pihak
yang bekepentingan.
C. EVALUASI
Menurut Guba dan Lincoln (1985 : 35) mendefinisikan
evaluasi sebagai “a process for
describing an evaluand and judging its merit and wroth”. (evaluasi adalah
suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan
menimbangnya dari segi nilai dan arti).
Menurut Sax (1980 : 18) berpendapat bahwa “evaluation is a process through which a
value judgement or decision is made from a variety of observations and from the
background and training of the evaluator”. (evaluasi adalah suatu proses
dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan,
latar belakang, serta pelatihan dari evaluator).
Dari dua rumusan tentang evaluasi ini, dapat kita
peroleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
Berdasarkan pengertian ini, ada beberapa hal yang perlu dipahami, yaitu :
1.
Evaluasi adalah
suatu proses bukan suatu produk (hasil).
Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah
kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti. Sedangkan
kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi.
2.
Tujuan evaluasi adalah
untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan nilai dan
arti.
S. Hamid Hasan (1998) secara tegas membedakan kedua
istilah tersebut sebagai berikut :
Pemberian nilai dilakukan apabila seorang evaluator
memberikan pertimbangannya mengenai evaluan tanpa menghubungkannya dengan
sesuatu yang bersifat dari luar. Jadi, pertimbangan yang diberikan sepenuhnya
berdasarkan pada evaluan itu sendiri.
Sedangkan arti, berhubungan dengan posisi dan
peranan evaluan dalam suatu konteks tertentu. Tentu saja kegiatan evaluasi yang
komprehensif adalah yang meliputu baik proses pemberian keputusan tentang
nilai dan proses keputusan tentang arti,
tetapi hal ini tidak berarti bahwa suatu kegiatan evaluasi harus selalu meliputu
keduanya.
3.
Dalam proses
evaluasi harus ada pemberian pertimbangan (judgement).
Pemberian pertimbangan ini pada dasarnya merupakan
konsep dasar evaluasi. Melalui pertimbangan inilah ditentukan nilai dan arti
atau makna (worth and marit) dari sesuatu yang sedang dievaluasi. Tanpa
pemberian pertimbangan, suatu kegiatan bukanlah termasuk kategori kegiatan
evaluasi.
4.
Pemberian
pertimbangan tentang nilai dan arti haruslah berdasarkan kriteria tertentu. Tanpa criteria yang jelas, pertimbangan nilai dan artiyang diberikan bukanlah suatu
proses yang dapat diklasifikasikan sebagai evaluasi. Criteria yang digunakan
dapat saja berasal dari apa yang
dievaluasi itu sendiri (internal), tetapi juga bisa berasal dari luar apa yang dievaluasi
(eksternal).
Secara umum, tujuan
evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektifitas proses pembelajaran
yang telah dilaksanakan. Indikator efektifitas dapat dilihat dari perubahan
tingkah laku yang diharapkan sesuai dengan kompetensi, tujuan, dan isi program
pembelajaran. Tujuan evaluasi secara khusus adalah untuk :
1.
Mengetahui
tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan.
2.
Mengetahui
kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, sehingga
dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching.
3.
Mengetahi
efisiensi dan efektifitas strategi pembelajaran yang digunankan guru, baik yang
menyangkut metode, media, maupun sumber-sumber belajar.
Adapun fungsi evaluasi
adalah :
1.
Secara
psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya, sehingga ia
merasakan kepuasan dan ketenangan. Untuk itu guru perlu melakukan penilaian
terhadap prestasi belajar peserta didiknya.
2.
Secara
sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup mampu untuk
terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat berkomunikasi dan beradaptasi
debgan seluruh lapisan masyarakat dngan segala karakteristiknya.
3.
Menurut
didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan
peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapan
masing-masing.
4.
Untuk mengetahui
kedudukan peserta didik diantara teman-temannya, apakah ia termasuk anak yang
pandai, sedang, atau kuarang.
5.
Untuk mengetahui
taraf kesiapan pesrta didik dalam menempuh program pendidikannya.
6.
Untuk membantu
guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis
pendidikan, jurusan, maupun kenikan tingkat atau kelas.
7.
Secara
administrative, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan
peserta didik kepada pemerintah, pimpinan atau kepala sekolah, guru, dan
termasuk peserta didik itu sendiri.
D.
KETERKAITAN ANTARA PENGUKURAN,
PENILAIAN, DAN EVALUASI
Tes, pengukuran, penilaian, dan evaluasi,
masing-masing saling mempunyai kerkaitan. Berdasarkan pengertian tentang tes,
pengukuran, penilaian, dan evaluasi yang telah dikemukakan diatas, dapat
disimpulkan bahwa ada jenis evaluasi atau penilaian yang mempergunakan tes
secara intensif sebagai alat pengumpulan data, seperti penilaian hasil belajar.
Walaupun dalam perkembangan terakhir tentang jenis evaluasi atau penilaian
seperti ini menunjukkan bahwa tes bukan satu-satunya alat pengumpul data.
Meskipun demikian, harus diakui pula bahwa tes merupakan alat pengumpul data
evaluasi dan penilaian yang paling tua dan penting. “….tes bukanlah evaluasi,
bahkan bukan pula pengukuran . tes lebih sempit ruang lingkupnya disbanding
pengukuran, dan pengukuran lebih sempit ruang lingkupnya dibandingkan dengan
evaluasi” (Ahmann dan Glock, Mehrens dan Lehmann, McKormick dan James, dalam S.
Hamid hasan, 1998).
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa tes
dibangun berdasarkan teori pengukuran tertentu. Tanpa bantuan teori pengukuran,
maka pembuatan tes dapat dikatakan tidak mungkin. Bagaimana
pertanyaan-pertanyaan dalam tes harus dibuat, validasi dan reabilitas tes yang
pada saat sekarang diukur berdasarkan teori Psychometric, mencerminkan peranan
teori pengukuran yang sangat besar dan penting. Pengukuran dala psykometrik
tidak lagi merupakan suatu langkan yang selalu harus ditempuh dalam kegiatan
evaluasi. Pengukuran hanya merupakan salah satu langkah yang mungkin
dipergunakan dalam kegiatan evaluasi.
Perlu
dipahami bahwa dalam praktek acapkali terjadi karancuan atau tumpang tindih
(overlap)dalam penggunaan istilah “evaluasi”,”penilaian”,dan”pengukuran”. Pengukuran
yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan measurement dapat diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur pada hakikatnya adalah
membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran yang
bersifat kuantitatif itu,dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1.
Pengukuran yang dilakukan bukan untuk
menguji sesuatu:misalnya;pengukuran yang dilakukan oleh penjahit pakaian
mengenai panjang lengan,panjang kaki,lebar bahu,ukuran pinggang dan sebagainya.
2.
Pengukuran yang dilakukan untuk menguji
sesuatu;misalnya:pengukuran untuk menguji daya tahan per baja terhadap tekanan
berat,pengukuran untuk menguji daya tahan nyala lampu pijar,dan sebagainya.
3.
Pengukuran untuk menilai,yang
dilakukan dengan jalan menguji sesuatu. Misalnya : mengukur kemajuan belajar
peserta didik dalam rangka mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji
mereka dalam bentuk tes hasil belajar. Pengukuran jenis ketiga inilah yang biasa
dikenal dalam dunia pendidikan.
“Penilaian” berarti menilai sesuatu.
Sedangkan menilai itu mengandung arti:mengambil keputusan terhadap sesuatu
dengan mendasarkan diri atau berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau
sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya adalah
kualitatif.
Sedangkan “evaluasi” adalah mencakup dua
kegiatan yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu mencakup ”pengukuran” dan ”penilaian”.
Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu. Untuk dapat
menentukan nilai dari sesuatu yang sedan dinilai itu, dilakukan pengukuran ,dan
wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam
dunia kependidikan dikenal dengan istilah tes.
Di atas telah dikemukakan bahwa
pengukuran itu adalah bersifat kuantitatif : hasil pengukuran itu berwujud
ketrangan-keterangan yang berupa angka-angka atau bilangan-bilangan. Adapun
evaluasi adalah bersifat kualitatif : evaluasi pada dasarnya adalah merupakan
penafsiran atau interpretasi yang sering bersumber pada data kuantitatif.
Dikatakan sering bersumber pada data yang bersifat kuantitatif, sebab
sebagaimana dikemukan oleh Prof. Dr. Masroen, M.A (1979) tidak semua penafsiran
itu bersumber dari keterangan-keterangan yang bersifat kuantitatif. Sebagai
contoh dapat dikemukakan disini, Misalnya keterangan-keterangan mengenai
hal-hal yang disukai siswa, pengalaman-pengalaman masa lalu, dan lain-lain, yang
kesemuanya itu tidak bersifat kuantitatif melainkan bersifat kualitatif.
Lebih lanjut Masroen menegaskan bahwa
istilah penilaian (setidak-tidaknya dalam bidang psikologi dan pendidikan)
mempunyai arti yang lebih luas ketimbang istilah pengukuran, sebab pengukuran
itu sebenarnya hanyalah merupakan suatu langkah atau tindakan yang kiranya
perludiambil dalam rangka pelaksanaan evaluasi. Dikatakan “kiranya perlu diambil”
sebab tidak semua penilaian itu harus senantiasa didahului oleh tindakan
pengukuran secara lebih nyata.
Menurut Masroen, pada umumnya para pakar
di bidang pendidikan sependapat, bahwa evaluasi mengenai proses embelajaran di
sekolah tidak mungkin dapat dilaksanakan secara baik apabila evaluasi itu tidak
didasarkan atas data yang bersifat kuantitatif. Inilah sebabnya mengapa dalam
praktek, masalah pengukuran mempunyai kedudukan yang sangat penting di dalam
proses evaluasi. Baik buruknya evaluasi akan banyak bergantung pada hasil-hasil
pengukuran yang mendahuluinya. Hasil pengukuran yang kurang cermat akan
memberikan hasil evaluasi yang kurang cermat pula, sebaliknya teknik-teknik
pengukuran yang tepat dapat diharapkan akan memberikan landasan yang kokoh
untuk mengadakan evaluasi yang tepat. Kenyataan-kenyataan inilah yang acapkali
menimbulkan adanya kerancuan dan tumpang tindih, antara istilah evaluasi, penilaian,
dan pengukuran.
Akhirnya dalam rangka lebih mempertegas
perbedaan antara pengukuran (measurement) dengan penilaian (evaluation) Wandt
dan Brown (1977) mengatakan bahwa: “measurement
means the act or process of exestaining the extent or quantity of something”.
Pengukuran adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan luas atau kuantitas
dari sesuatu ; ia akan memberikan jawab atas pertanyaan : How much?Adapun
penilaian atau evaluasi yang menurut Wandt dan Brown didefinisikan sebagai
tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu itu,akan memberikan
jawab atas pertanyaan : What value
E.
PRINSIP EVALUASI
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik,
maka kegiatan evaluasi harus bertitik tolak dari prinsip-prinsip umum evaluasi (Drs.
Zainal Arifin, M.Pd dalam bukunya Evaluasi Pembelajaran, cetakan ke 2 edisi
revisi, Juli 2012) sebagai berikut :
1.
Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan secara incidental,
karena pembelajaran itu sendiri adalah suatu proses kontinu. Oleh sebab itu,
evaluasi pun harus dilakukan secara kontinu. Hasil evaluasi yang diperoleh dari
suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu
sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang
perkembangan peserta didik. Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat
dilihat dari dimensi produk saja, tetapi juga dimensi proses bahkan dari
dimensi input.
2.
Komperhensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru
harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi.
3.
Adil dan
Objektif
Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil
tanpa pilih kasih. Kata “adil” dan “objektif” memang mudah untuk diucapkan,
tetapi sulit untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, kewajiban manusia adalah
harus tetap berikhtiar. Semua peserta didik harus diperlakukan sama tanpa
“pandang bulu”. Guru juga hendak bersifat secara objektif, apa adanya sesuai
dengan kemampuan peserta didik. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data
dan fakta) yang sebenarnya, bukan hasil manipulasi atau rekayasa.
4.
Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama
dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala
sekolah, termasuk dengan pihak peserta didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan
agar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut
merasa dihargai.
5.
Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh
guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan
menggunakan alat tersebut. Untuk itu harus diperhatikan bahasa dan petunjuk
mengerjakan tugas.
Dalam konteks penilaian
hasil belajar, Depdiknas (2003) mengemukaan prinsip-prinsip umum penilaian
adalah mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan
sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran : mengukur sampel tingkah
laku yang representative dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercangkup
dalam pengajaran ; jenis-jenis instrument penilaian yang paling sesuai untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan ; direncanakansedemikian rupa agar
hasilnya sesuai dengan yang digunakan secara khusus ; dibuat dengan reabilitas
yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati ; dan dipakai
untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.
Di samping itu, guru
harus memperhatikan hal-hal teknis, antara lain :
1.
Penilaian
hendaknya dirancang sedemikian rupa, sehingga jelas abilitas yang harus
dinilai, materi yang hrus dinilai, alat penilaian dan interpretasi hasil
penilaian
2.
Penilaian harus
menjadi bagian integral dalam proses pembelajaran
3.
Untuk memperoleh
hasil yang objektif, penilaian harus menggunakan berbagai alat (instrumen),
baik yang berbentuk tes maupun non-tes.
4.
Pemilihan alat
penilaian harus sesuai kompetensi yang ditetapkan
5.
Alat penilaian
harus mendorong kemampuan penalaran dan kretifitas peserta didik, proyek, dan
portofolio
6.
Objek penilaian
harus mencangkup aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilainilai
7.
Penilaian harus
mengacu pada prnsip diferensiasi, yaitu memberikan peluang kepada peserta didik
untuk menunjukkan apa yang diketahui, apa yang dipahami, dan apa yang harus
dilakukan
8.
Penilaian tidak
bersifat diskriminatif, artinya guru harus bersikap adil dan bersikap jujur
kepada semua peserta didik, serta bertanggung jawab kepada semua pihak
9.
Penilaian harus
diikuti dengan tindak lanjut (follow-up)
10. Penilaian harus beorientasi pada kecakapan hidup dan
bersifat mendidik.
F. LANGKAH-LANGKAH PENILAIAN
Tyler dan Cronbach lebih
mengarahkan peranan penilaian pada tujuan untuk memperbaiki kurikulum atau
system pendidikan. Langkah-langkah penilaiannya adalah sebagai berikut :
1. Merumuskan
atau mempertegas tujuan.
2. Menetapkan
test situation yang diperlukan.
3. Menyusun
alat penilaian.
4. Menggunakan
hasil penilaian.
Berhubun setiap system pendidikan
memiliki berbagai tujuan yang ingin dicapainya, akan lebih tepat jika hasil
penilaian tidak dinyatakan dalam bentuk hasil keseluruhan tes, melainkan dalam
bentuk hasil bagian demi bagian dari tes yang bersangkutan.
1. Penetapan
Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator
merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan, atau proses yang
berkontribusi ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diukur, seperti: mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, dan
mendeskripsikan.
Indikator
pencapaian kompetensi dikembangkan oleh guru dengan memperhatikan perkembangan
dan kemampuan peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi
dua atau lebih indikator pencapaian kompetensi.
Contoh penetapan
indikator
Standar kompetensi
|
Kompetensi dasar
|
Indikator pencapaian
|
Mempraktikkan
keterampilan rangkaian senam lantai dan nilai yang terkandung di dalamnya
|
Mempraktikkan
serangkaian senam lantai tanpa alat serta nilai percaya diri,kerja sama dan
tanggung jawab
|
1.
Melakukan 2 jenis rangkaian
geraksenam lantai dengan percaya diri
2.
Menjelaskan nilai yang terkandung dalam rangkaian gerakan
senam
3.
Dst.
|
2. Pemetaan
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator
Dilakukan
untuk memudahkan guru dalam menentukan teknik penilaian.
3. Penetapan
Teknik Penilaian
Dalam
memilih teknik penilaian mempertimbangkan ciri indikator, contoh;
·
Apabila tuntutan indikator melakukan
sesuatu, maka teknik penilaiannya adalah untuk kerja (performance)
·
Apabila tuntutan indikator berkaitan
dengan pemahaman konsep, maka teknik penilaiannya adalah tertulis.
·
Apabila tuntutan indikator memuat unsur
penyelidikan, maka teknik penilaiannya adalah proyek.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Untuk
menevaluasi keberhasilan program pembelajarn tidak cukup hanya dengan
mengadakan penilaian terhadap hasil belajar peserta didik sebagai produk dari
sebuah pembelajaran. Kualitas suatu produk pembelajarn tidak terlepas dari
kualitas pembelajaran itu sendiri.
Evaluasi pembelajarn
tidak terlepas dari tes, penilaian, dan pengukuran. Evaluasi bertujuan untuk
mengetahui efektifitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Indicator
efektifitas dapat dilihat dari perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai
dengan kompetensi, tujuan, dan isi program pembelajaran. Tujuan evaluasi secara
khusus adalah untuk :
1.
Mengetahui
tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan.
2.
Mengetahui
kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, sehingga
3.
dapat dilakukan
diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching.
4.
Mengetahi
efisiensi dan efektifitas strategi pembelajaran yang digunankan guru, baik yang
menyangkut metode, media, maupun sumber-sumber belajar.
B. SARAN
Untuk
melakukan evaluasi pendidikan sebaiknya memperhatikan beberapa aspek penting
dalam evaluasi, antara lain pengukuran dan penilaian, dan juga dalam melakukan
evaluasi harus dilakukan secara berkelanjutan. Evaluasi hendaknya dilakukan
berdasarkan kenyataan di lapangan agar tujuan evaluasi dapat tercapai. Dengan
adanya evaluasi diharapkan system pendidikan menjadi lebih baik.