provilllleeeee


kenapa harus menangis selama masih bisa tersenyum?
kenapa harus airmata yang keluar saat sedih mulai menyapa?

Lihatlah keluar,
di sana masih banyak yang lebih susah darimu
lihat mereka,
pikirkanlah, sebelum kamu bersedih
selalu bersyukur dengan apa yang kita dapatkan





About

Jambu busuk di bawah tangga.Baunya menyengat hidung.

Sunday 27 October 2019

ANALISIS PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

ANALISIS PERILAKU SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

A. Latar Belakang
Remaja merupakan sebuah kata yang berakar dari Bahasa Latin, yaitu “adolescne” yang memiliki arti to grow atau untuk tumbuh (Golinko, 1984, Rice 1990 dalam Putro 2017 : 25). Sedangkan Menurut Papalia & Olds (dalam Putro 2017 : 25), masa remaja merupakan sebuh masa peralihan perekembangan yang dimulai antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa dan dimulai sekitar usia 12-20 tahun. Dalam proses peralihan ini turut terjadi perubahan-perubahan pada kognif, biogis, serta sosio emosional dari remaja. Untuk itu remaja memiliki suatu tugas pokok, yaitu persiapan diri untuk masuk ke dalam masa dewasa (Larson dkk, 2002). Pada masa remaja inilah seorang individu mulai mencari jati diri atau identitasnya, memiliki egosentrisme yang lebih tinggi, merasa ingin terbebas dari tuntutan orang tua, dan ingin meluangkan waktu yang banyak dengan teman sebayanya. Pada masa ini remaja sangat mudah untuk terpengaruh dengan lingkungannya, karena remaja memiliki tingkat emosional yang belum stabil dan ingin mencoba hal yang baru yang belum pernah ia lakukan.
Keinginan remaja untuk meluangkan waktu yang lebih banyak dengan teman sebayanya perlu diiringi dengan dukungan, pengawasan, dan perhatian dari orang tuanya. Hal ini dimaksudkan agar remaja tidak terjerumus oleh ajakan teman sebayanya untuk melakukan hal-hal yang bersifat negative. Namun apabila pada masa remaja, seorang individu tidak mendapat dukungan, pengawasan, dan perhatian dari orang tuanya atau keluarganya maka remaja akan dengan mudah untuk terjerumus ke dalam hal-hal yang negative akibat dari pengaruh lingkungannya, baik teman sebayanya maupun lingkungan sosial lainnya. Contoh dari hal negative tersebut, yaitu perilaku seks pranikah. 
Perlu diketahui bahwa pada masa remaja, seorang individu ingin mengembangkan rasa cinta atau membangan hubungannya dengan lawan jenis sebagai suatu ciri dari perkembangan psikologis pada masa remaja. Sedangkan remaja juga memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap suatu hal yang belum pernah ia coba. Untuk itu ketika telah beranjak remaja, seorang individu ingin melakukan hal yang belum pernah ia lakukan ketika menjalani masa kanak-kanak, yaitu pacaran sebagai cerminan dari pengembangan hubungannya dengan lawan jenis. Sehingga dengan adanya kedua factor tersebut, ditambah lagi factor dari ajakan teman sebaya yang mendorong untuk melakukan hal negative dan pengawasan dari orang tua yang kurang, maka tidak menuntut kemungkinan seorang remaja akan terjerumus untuk melakukan seks pranikah.
Menurut Kartono dan Gulo (1987), perilaku sekssual merupakan suatu perbuatan yang berkaitan dengan peran-peran reproduksi yang merangsang alat-alat reproduksi dan daerah intim. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pranikah berasal dari penggalan kata “pra”, yang memiliki arti “sebelum”. Dan kata “nikah” memiliki arti kesepakatan antara laki-laki dan perempuan untuk menjalin hubungan suami istri secara sah atau resmi. Secara utuh pranikah merupakan suatu hal yang berlangsung sebelum adanya suatu kesepakatan untuk menjalin hubungan sebagai suami istri yang sah dan resmi. Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seorang laki-laki dan perempuan yang mendorong mereka untuk berhubungan secara intim dengan melibatkan keterangsangan dari alat-alat reproduksi mereka dengan tujuan untuk mendapatkan kenikmatan seksual yang dilakukannya sebelum adanya kesepakatan untuk menjadi suami istri yang sah dan resmi.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang akan dibahas yaitu masalah seks pranikah pada remaja. Perilaku seks pranikah pada remaja merupakan permasalahan yang sering dijumpai di dalam masyarakat dan bukan merupakan suatu hal yang tabu seperti zaman dahulu sebelum masa modern. Berdasarkan survei BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) pada tahun 2012 menyatakan bahwa 48,1% remaja yang tinggal di kota besar di Indonesia telah melakukan seks pranikah. Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) menyatakan bahwa kurang lebih 2% remaja perempuan dan kurang lebih 8% remaja laki-laki yang berusia 15-24 tahun telah melangsungkan hubungan seksual pranikah, serta 11% lainnya mengalami kehamilan di luar nikah. Data nasional menyatakan bahwa setengah dari jumlah remaja yang ada saat ini telah melakukan hubungan seks mulai usia 15-19 tahun. Tingkat aborsi yang dilakukan remaja sebanyak 800 ribu kali. Hal ini menunjukkan bahwa masalah seks pranikah merupakan masalah serius yang harus ditangani oleh pemerintah agar jumlah remaja yang melakukan seks pranikah tidak bertambah banyak dari tahun ke tahun.
Menurut Kusmiran (dalam Dewi dan Wirakusuma, 2017: 50), ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku seksual yaitu karena remaja mengalami perubahan dari segi biologis yang terjadi pada masa pubertas, kurang adanya peran orangtua untuk membahas masalah seksual melalui komunikasi, pengetahuan remaja yang masih rendah akan bahayanya perilaku seks pranikah, pengaruh dari teman sebaya yang dapat menyebabkan remaja melakukan perilaku seksual.
Penyebab lain remaja melakukan perilaku seks pranikah, yaitu karena semakin berkembangnya teknologi masa kini yang mudah diakses oleh siapapun  yang menjurus  penyalahgunaan untuk mengakses situs yang berhubungan dengan perilaku seksual. Menurut Supriati (dalam Indrijati, 2017: 45), menyatakan bahwa hasil Statistics by Family Safe Media terdapat 4,2 juta situs yang berisi perilaku seksual, selain itu diketahui terdapat 68 juta pencarian situs-situs tersebut pada mesin pencari di internet. Sebagian besar hal tersebut dilakukan oleh remaja tetapi dengan tujuan mencari materi pornografi untuk tugas sekolah. Hal tersebut dapat mengakibatkan remaja semakin penasaran dan terjebak isi situs-situs yang seharusnya tidak pantas untuk dipertontonkan pada remaja.
Seks pranikah juga memiliki dampak dan pengaruh pada remaja yang melakukannya. Misalnya harga diri atau sel-esteem remaja yang tercoreng karena perilaku seks pranikah. Selain itu, sekali remaja tersebut melakukan perilaku seksual dapat menjadikan remaja melakukannya lagi pada waktu selanjutnya, remaja juga dapat terjebak pada pergaulan bebas yang membawa remaja kepada perilaku yang lebih buruk dan berbahaya, remaja menjadi tidak fokus dalam belajar, remaja yang melakukan perilaku tersebut akan dianggap rendah oleh teman-temannya, dan hamil diluar nikah. Selain itu dampak yang paling buruk akibat perilaku seks pranikah yaitu, menyebabkan remaja mengidap HIV AIDS. Berdasarkan Data Kementerian Kesehatan RI, terjadi peningkatan kasus HIV AIDS setiap tahunnya. Dilansir pada tahun 2009 terdapat 3.863 kasus AIDS, pada tahun 2010 ditemukan sekitar 4.917 kasus AIDS, dan pada tahun 2011 terdapat 1.805 kasus AIDS. Untuk itulah agar tidak terjadi dampak-dampak tersebut, maka penyebab-penyebab dari remaja yang melakukan perilaku seks pranikah harus diatasi sedini mungkin.


C. Tinjauan Teoritis

Seperti yang telah dibahas dalam identifikasi masalah tersebut, bahwa perilaku seks pranikah memiliki dampak yang buruk bagi remaja, seperti menurunnya tingkat harga diri atau self esteem remaja, membuat remaja menjadi kecanduan terhadap perilaku seks, terjebak dalam pergaulan bebas, tidak fokus belajar dan sekolah, dan dipandang rendah oleh teman-temannya. Menurut survey dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang dilakukan pada tahun 2012, menyatakan bahwa 41,8% para remaja yang bertempat tinggal di kota besar yang berada di Indonesia telah melangsungkan hubungan seksual pranikah. Survey yang sama dilakukan oleh Survey Demografi dan Kesehatan Indoneia (SDKI) yang menunjukkan bahwa kurang lebih 2% dari remaja perempuan yang berusia 15-24 tahun dan kurang lebih 8% dari remaja laki-laki yang memiliki usia yang sama telah melaksanakan hubungan seksual pranikah dan 11% lainnya telah mengalami kehamilan di luar ikatan pernikahan. 
Terdapat beberapa factor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seks pranikah. Selain itu mudahnya remaja dalam mengakses konten yang berisi pornografi sebagai akibat dari berkembangnya teknologi juga mendorong remaja untuk menirunya. Menurut Supriyati (dalam Indrijati, 2017 : 45), mengemukakan bahwa hasil dari Statistic by Family Safe Media ditemukan 4,2 juta situs yang berisi konten pornografi, selain itu ditemukan 68 juta pengunjung situs pornografi tersebut di halaman pencarian internet. Mirisnya, sebagian besar pengunjung sitis tersebut adalah remaja dngan alasan mengunjungi situs tersebut untuk tugas sekolah.
Menurut Bandura (dalam Fareza, 2016 :18), terdapat tiga factor utama yang digunakan individu dalam mempresentasikan suatu pengalaman secara kognitif yang disajikan dalam model deterministic resipkoral, yaitu perilaku, kognitif, serta lingkungan. Ketiga factor ini saling berinteraksi ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Jika dikaitkan dengan kasus perilaku seks pranikah yang terjadi pada remaja, maka ketiga factor tersebut dapat saling berkaitan dan dapat dikatakan juga sebagai penyebab terjadinya perilaku seks pranikah. Yang pertama yaitu factor kognitif mempengaruhi perilaku, di mana remaja kurang memiliki pengetahuan mengenai seks sehingga mereka menjadi mudah terjerumus ke dalam perilaku seks bebas. Yang kedua yaitu factor perilaku mempengaruhi lingkungan, di mana teman sebaya yang mengajak remaja untuk melakukan seks bebas yang pada akhirnya perilaku seks bebas tersebut terus-menerus ditularkan kepada teman-temannya yang lain. Sehingga lingkungan sosial remaja sangat erat dengan perilaku seks bebas. Yang ketiga yaitu lingkungan mempengaruhi perilaku, di mana dengan lingkungan yang erat dengan perilaku seks bebas, maka perilaku remaja akan meniru atau mengikuti dari perilaku seks bebas yang dilakukan oleh lingkungannya.
Berdasarkan teori belajar sosial (social learning) Albert Bandura yang menyatakan bahwa situasi lingkungan dapat berkontribusi dan merawat respon tertentu dalam diri individu (dalam Fareza, 2016 : 18). Dapat dikatakan bahwa teori ini menjelaskan perilaku individu didapat melalui hasil belajar terhadap pengamatan yang dilakukannya terhadap perilaku individu lain, di mana individu melakukan peniruan terhadap perilaku tersebut meskipun tanpa adanya suatu penguatan atau reinforcement. Remaja melakukan modelling atau peniruan terhadap perilaku seks pranikah yang dilakukan oleh teman sebayanya dan karena ia telah melihat konten pornografi dari internet. Dari hasil peniruan tersebut maka remaja akan merasakan sebuah kenikmatan seksual, di mana hal itu merupakan sebuah reward yang akan membuat remaja menjadi mengulanginya lagi secara terus-menerus perilaku seks pranikah tersebut. Karena hal itulah banyak terjadi kehamilan di luar pernikahan yang pada akhirnya para remaja melakukan aksi nekat berupa aborsi. Sesusai data nasional yang menyatakan bahwa tingkat remaja yang melakukan aborsi, yaitu sebanyak 800 ribu kali.
Sebenarnya masa remaja memang merupakan masa di mana seorang individu mulai tertarik dan ingin menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Pada masa remaja ini biasanya seorang individu mengembangkan jenis cinta membara (passionate love) terhadap lawan jenisnya. Menurut Aron dkk (dalam Baron & Byrne : 2005), passionate love terkait dengen emosional intens yang tidak wajar terhadap lawan jenis. Secara umum passionate love ini digambarkan sebagai kombinasi antara keterangsangan, minat seksual, keinginan untuk dapat dekat secara fisik, serta keinginan agar dicintai oleh lawan jenisnya. Untuk itulah dalam menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, seorang remaja memiliki ketertarikan untuk melibatkan minat seksualnya. Menurut Mayers & Berscheid (dalam Baron & Byrne : 2005) menyatakan bahwa minat seksual atau ketertarikan seksual merupakan sesuatu yang penting tetapi tidak hanya sekedar untuk menjalin cinta saja. Maksud dari pernyataan tersebut diperjelas lagi oleh Regan (dalam Baron & Byrne : 2005), yaitu bahwa remaja dapat memiliki ketertarikan seksual tanpa merasakan jatuh cinta, namun remaja tidak mungkin merasakan jatuh cinta tanpa adanya ketertarikan seksual. Oleh sebab itulah remaja menjadi sangat mudah untuk terjerumus ke dalam lingkaran perilaku seks pranikah.
Walaupun pada masa remaja merupakan masa di mana individu ingin menjalin hubungan cinta dengan lawan jenisnya, namun perlu untuk ditegaskan bahwa dalam masa tersebut seorang remaja harus menjauhi perilaku seks pranikah. Karena hal itu berdampak besar bagi kehidupan remaja. Dampak yang paling besar, yaitu remaja dapat mengidap HIV AIDS. Di mana penyakit tersebut dapat tertular karena melakukan hubungan intim selama berkali-bekali dengan lawan jenis. Menurut Data Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV AIDS setiap tahunnya selalu meningkat. Pada tahun 2009 terjadi 3.863 kasus ini. Sedangkan puncaknya terjadi pada tahun 2010 yang mencapai angka 4.917 kasus. Dan pada tahun 2011 terjadi 1.085 kasus. Selain dampak tersebut, dampak lain dari perilaku seks pranikah yaitu, remaja menjadi terlibat dalam kasus pergaulan bebas, menurunnya harga diri atau self esteem pada remaja, menjadi tidak focus terhadap sekolah dan belajar, citra diri remaja yang dianggap rendah oleh teman-temannya, serta kasus kehamilan di luar pernikahan. Untuk itulah perlu adanya pengawasan dan perhatian dari orang tua dan keluarga agar remaja tidak terlibat dalam perilaku seks pranikah. Selain dukungan dari orang tua, dukungan dari pemerintah dan pihak sekolah juga harus tersalurkan dengan melakukan pengawasan atau strategi baru yang dapat mecegah terjadinya perilaku seks pranikah pada remaja. 

D. Strategi Penanganan Masalah
Masalah seks pranikah pada remaja menjadi masalah yang marak terjadi pada saat ini. Kebanyakan remaja masa kini sangat mudah terpengaruh untuk melakukan seks pranikah. Mereka melakukan hal tersebut tanpa memikirkan risiko yang akan diperoleh, baik bagi dirinya sendiri maupun keluarganya.  Mereka hanya memikirkan kenikmatan sesaat yang ia peroleh dari tindakan tersebut. Karena itulah perilaku seks pranikah menjadi penyakit remaja yang mudah untuk ditularkan dari satu remaja ke remaja yang lain. Akan tetapi penanganan dari masalah seks pranikah pada remaja kurang mampu mengurangi masalah tersebut. Salah satu bentuk kecilnya, yaitu kurangnya pengawasan dan pengetahuan mengenai seks dari orang tua kepada anaknya. Mengingat bahwa keluarga terutama orang tua merupakan guru pertama dan utama bagi anaknya dalam memberikan pendidikan. Selain itu, lembaga pendidikan teman sebaya, dan lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah pada remaja. 
  Sebenarnya, peran pemerintah juga dibutuhkan dalam menangani masalah seks pranikah pada remaja. Menurut Arist Merdeka Sirait selaku ketua Komnas PA (Perlindungan Anak) dilansir dari berita di https://www.republika.co.id, pemerintah dinilai kurang memperhatikan masalah seks pranikah pada remaja. Selain itu, menurutnya pemerintah memiliki peran yang kurang maksimal dalam menangani masalah seks pranikah pada remaja, sehingga perilaku seks pranikah pada remaja banyak terjadi. Salah satu contoh bentuk peran pemerintah dalam menangani masalah perilaku seks pranikah, yaitu dengan menciptakan Peraturan Daerah atau Perda mengenai Pembinaan Generasi Muda yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tolikara, Papua. Kemudian Perda tersebut disosialisasikan kepada seluruh masyarakat di Kabupaten Tolikara agar peraturan tersebut dapat dipatuhi dan dijalani, sehingga dapat menekan tumbuhnya perilaku seks pranikah pada remaja. Akan tetapi peraturan ini haruslah didukung oleh peraturan hokum yang tegas, supaya remaja memiliki rasa takut untuk melakukan perilaku seks pranikah. Bentuk penanganan yang seperti inilah yang seharusnya lebih dikembangkan dan lebih dipertegas lagi di setiap lembaga pemerintahan dan harus didukung oleh lembaga hokum untuk dapat membuat efek jera bagi para remaja yang melakukan seks pranikah. 
Sebenarnya pemerintah dan lembaga-lembaga terkait lainnya (seperti lembaga kepolisian) memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam pemberian perlindungan khusus pada anak. Pernyataan tersebut tertera dalam pasal 59 UU No 35 tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak. Selain itu terdapat pula Undang-undang yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia (HAM), seperti yang tertera dalam UU No 39 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa HAM merupakan berbagai hak yang terdapat dalam diri manusia yang wajib untuk mendapatkan penghormatan dan perlindungan dari pemerintah, negara, hokum, serta setiap individu lain dalam rangka menghormati dan melindungi diri manusia atau individu lain. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, seharusnya pemerintah dan lembaga lainnya yang terkait lebih menekankan dan menegaskan peraturan mengenai larangan bagi remaja dalam melakukan perilaku seks pranikah. Perlu diketahui bahwa perilaku seks pranikah merupakan perilaku yang melanggar Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dikarenakan masa remaja merupakan masa tumbuh kembang, di mana seorang remaja seharusnya berpikir dan berusaha untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya. Bukan untuk mngembangkan perilaku menyimpang, seperti perilaku seks pranikah. Apalagi perilaku seks tersebut dilakukan di luar pernikahan. Tentu saja apabila buah dari perilaku seks tersebut menimbulkan kehamilan di luar pernikahan, maka akan menyebabkan masalah yang lebih panjang lagi. Seperti terjadinya aborsi, gangguan psikologis dari remaja yang belum menjadi seorang ayah atau ibu, rendahnya harga diri atau self esteem dari remaja, dan berdampak pada tercemarnya nama baik remaja bahkan keluarganya.
Selain pemerintah dan lembaga hokum atau kepolisian, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga memiliki peran dalam penanganan masalah perilaku seks pranikah pada remaja. Peran KPAI yang terkait dengan perilaku seks pranikah pada remaja tersebut tertera dalam UU No 35 Tahun 2014 Pasal 76, yaitu : a) mengawasi terlaksananya pemenuhan dan perlindungan hak anak; b) pemberian usulan dan masukan dalam rangka merumuskan kebijakan mengenai pelaksanaan perlindungan anak; c) bekerja sama dengan lembaga masyarakat yang bergerak pada bidang perlindungan anak. Untuk itulah, KPAI juga perlu untuk memaksimalkan perannya dalam menangani masalah perilaku seks pranikah pada remaja. Bentuk penekanan dari setiap peran KPAI tersebut dapat berupa : a) melakukan pemantauan terhadap kasus-kasus seks bebas pada remaja yang terjadi dengan ikut serta dalam penanganan kasus tersebut; b) mencurahkan ide-ide baru yang lebih inovatif yang dapat diaplikasi dalam pencegahan perilaku seks bebas pada remaja yang kemudian ide-ide tersebut disalurkan pada lembaga pemerintah atau lembaga lain yang terkait untuk dapat dijalankan; c) membangun kerja sama dengan lembaga masyarakat, seperti mendirikan rumah sehat bebas seks pranikah. Di mana dalam rumah sehat bebas seks pranikah tersebut perlu didirikan di setiap desa. Dalam rumah sehat tersebut, seluruh yang tinggal di desa harus didaftar dan setiap minggunya wajib untuk hadir dalam kegiatan rumah sehat. Kegiatan-kegiatan yang diberikan dalam rumah sehat tersebut berupa pemberian ketrampilan menjahit, melukis, otomotif, memasak, dan lain sebagainya yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi dari remaja masing-masing. Sehingga remaja memiliki ketertarikan pada hal-hal yang positif dan mengisi hari liburnya dengan hal yang positif serta dapat meninggalkan perilaku seks pranikah.

Berdasarkan identifikasi masalah dan tinjauan teori yang telah dijabarkan, maka untuk dapat menangani masalah perilaku seks pranikah pada remaja memerlukan beberapa cara atau strategi.

E. Penutup

Perilaku seks pranikah merupakan suatu perilaku yang menyimpang, di mana seorang laki-laki dan seorang perempuan melakukan suatu hubungan intim yang melibatkan suatu keterangsan dan alat-alat reproduksi yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah kenikmatan seksual dan dilakukan sebelum adanya ikatan pernikahan. Biasanya perilaku seks pranikah terjadi pada remaja, karena seorang remaja belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai masalah seksualitas, terjadinya perubahan secara biologis pada remaja, kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua, adanya ajakan dari teman sebaya untuk melakukan hubungan seks pranikah, serta mudahnya remaja dalam mengakses konten pornografi. Hal-hal tersebut merupakan factor penyebab dari timbulnya perilaku seks pranikah pada remaja. Selain itu untuk dapat menganalisis factor lain sebagai penyebab timbulnya perilaku seks pranikah dapat menggunakan teori belajar sosial (social learning) milik Bandura, di mana perilaku individu terbentuk melalui pengamatannya terhadap perilaku dari individu lain. Sedangkan untuk dapat menganalisis proses terjadinya perilaku seks pranikah dapat menggunakan model deterministic resipkoral Bandura yang terdiri dari tiga factor yang biasanya digunakan individu dalam mempresentasikan pengalaman kognitifnya, yaitu perilaku, kognitif, dan lingkungan yang ketiganya saling berinteraksi dalam proses pembelajaran dapat dijadikan teori untuk menganalisis proses terjadinya perilaku seks pranikah pada remaja.
Pada dasarnya pada masa remaja seorang individu ingin menjalin hubungan cinta dengan lawan jenisnya. Biasanya tipe cinta yang dikembangkan oleh remaja, yaitu cinta membara (passionate love), di mana cinta yang dirasakan oleh remaja berhubungan dengan seksualitas. Sehingga jika remaja tidak bisa mengendalikan dirinya, maka ia akan melakukan hubungan seks pranikah yang akan berdampak terhadap kehidupannya. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku seks pranikah, yaitu menurunnya harga diri atau self esteem, tidak focus belajar dan sekolah, citra diri menjadi rendah, hamil di luar ikatan pernikahan, serta mengakibatkan HIV AIDS. 
DAFTAR PUSTAKA

Azinar, Muhammad. 2013. Perilaku Seksual Pranikah Berisiko terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2): 153-160.
Azizah, Nur Khdijah. 2018. Gunung Es Perilaku Seks Pranikah di Kalangan Remaja. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4249233/gunung-es-perilaku-seks-pranikah-di-kalangan-remaja. Diakses tanggal 23 Maret 2019.
Baron, Robert A. & Byrne. 2005. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Dewi, Ni Luh Putu Rustiari & IB Wirakusuma. Pengetahuan dan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja SMA di Wilayah Kerja PuskesmasTampaksiring 1. E-Jurnal Medika, 6(10): 50-54.
Fahreza, Febry. 2016. Analisis Kecakapan Sosial Siswa di SD Negeri 026793 Kecamaran Binjai Utara Kota Binjai. Jurnal Bina Gogik, 3(2): 16-24.
Indrijati, Herdina. 2017. Penggunaan Internet dan Perilaku Seksual Pranikah Remaja. Prosiding Temu Ilmiah X Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia. Semarang: 22-24 Agustus 2017. 44-51.
Pratama, Egy, Sri Hayati & Eva Supriatin. 2014. Hubungan Pengetahuan Remaja tentang Pendidikan Seks dengan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja di SMA Z Kota Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan, 2(2): 149-156.
Santrock, John W. 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Setiawan, Roni & Siti Nur Hidayah. 2008. Pengaruh Pacaran terhadap Perilaku Seks Pranikah. Jurnal Soul, 1(2): 60-72.



0 comments:

Post a Comment